Wednesday, November 28, 2007

Kali ini tidak satu puisi pun yang bisa ditulis. Terlalu banyak pijar - pijar pikiran. Kadang bertabrakan satu sama lain. Dua hari ini banyak yang aku rasa, aku tahu
dan aku dengar. Sampai aku jadi bingung, mana yang harus diamini, mana yang harus dibuang, mana yang bikin sedih. Seorang teman cerita tentang hidupnya, yang terus terang buat aku takjub. Kok bisa masalahnya jadi begitu, padahal selama ini nggak pernah ada mendung dihidupnya. Satu teman lagi cerita, badai hebat di hari - hari nya sekarang berubah jadi tsunami, dia pasrah dan siap untuk tenggelam digulung ombak. Sementara angin membawa harum kebohongan - kebohongan orang yang sekarang nyaris aku benci.

Dan terakhir, rasa hati aku yang nggak karuan. Sebab aku telah lengah membiarkan sesuatu menyelinap diam - diam. Aku sudah menyebut sebuah nama dalam hati, hal yang seharusnya dengan mudah aku hapus. Tapi hati memang nggak selamanya berjodoh dengan pikiran, dan kali ini hati yang memenangkan pertarungan. Hasilnya......penindasan diri. Kenapa hati begitu hobi untuk merasakan ngilu yang sama untuk kesekian kali, kenapa selalu berpihak pada yang mustahil dari pada yang pasti, kenapa selalu memilih orang yang salah untuk tema mimpi malam ini.

Satu sisi hati menikmati keindahan abu - abu ini dengan senyum, setengahnya panik menyusun penyangkalan besar - besaran untuk tetap berpihak pada nalar. Dan diantaranya, pikiran yang dendam teriak gaduh, bahwa tak ada yang tak mungkin bila Sang Maha Daya menghendaki. Benar memang, tapi rasa takut memeluk aku, takut kebenaran itu jadi racun mematikan.

Andai hari dimana yang benar itu tiba, aku nggak tahu bagaimana rasa yang sebenarnya. Sepahit kopi tanpa gula, sehambar sayur tanpa garam atau semanis secangkir es krim rasa coklat bertabur almond. Dengan pengecut pasti hati nggak berani bilang apakah warnamya sehitam malam, seputih mawar atau merah jambu strawberry yang hampir ranum.

Musim hujan mulai bawa sejuk, simpan marah dan gelisah dalam - dalam, nantinya hayut dilarung air.

Sunday, November 4, 2007

Alang-alang itu sedang diam
tenang ditiup angin, menata hati
Menyapa pagi dengan senyumnya,
yang paling manis.
Bercanda dengan kupu-kupu
sahabat yang paling cantik

Alang-alang itu sedang riang
mandi cahaya matahari
Bernyanyi bersama rumput liar

Thursday, October 25, 2007

Wakatobi Satu Tahun Lalu

Hari masih pagi waktu suara mesin speed boat menderu membelah air.
Aku berdiri di sisi kiri menghadap dermaga kendari yang makin mengecil,
sebelum angin menampar wajahku dengan keras , sesak dadaku.
Dengan nafas tercekat aku bertarung dengan hati ku, menghela nafas satu-satu......aku bukan penakut pikir ku, terengah - engah bersandar.
Di ujung gundah, kulihat birunya air mengepung, angin kali ini ramah belai rambut ku, ku hirup harum lautan.
Lalu termenung memandang ombak, nikmati alunan nya, pasrah di naungi awan yang tersenyum....
Takjub saat melintas di bayangan raksasa pulau Buton di kejauhan.
Sesuatu berkelebat di sisi speed boat yang bagai sebuah titik kecil di di biru laut selat sulawesi.
Mata ku berbinar, sepasang lumba - lumba berenang riang.
Sungguh.....suatu anugrah bisa berada di situ menyaksikan kebesaran Nya.
Aku tersadar, Tuhan telah begitu sayang hingga aku di beri kesempatan melihat semua keindahan itu dari dekat.
Kenapa aku masih saja mengeluh...atas semua sakit yang menjajah hati, atas semua kesusahan yang nyaris buat aku ingin terjun dari tepi jurang, atas semua sesak yang buat aku hampir mati....
Deru ombak tak segemuruh tadi,kapal hampir sandar, sekarang terapung di air sebening kaca, pantulan cahaya matahari membuatnya jadi hijau seperti zambrut yang terhampar,
hingga aku dapat melihat ikan - ikan berlarian di sela karang warna - warni.
Pelan - pelan aliran hangat menjalari pipi, serasa di negeri dongeng batinku.
Ada gejolak begitu kaki menjejak lembut pasir putihnya.
Kupandangi pulau kecil indah di depan mataku.
Sampai sepuluh hari kedepan Tuhan memberiku hadiah berlibur di surga kecil, untuk menata hati.


"Yang teringat dari perjalanan paling indah"

Tentang Hujan

Harum tanah sengat nalarku
hujan baru saja berhenti
lama rupanya aku tertegun
pandangi butiran kaca jatuh dari langit
melukis biasnya semau ku dengan liar
genderang petir menderu
bagai musik ditelinga aku
dingin nya memeluk aku
menyeret bagian paling dalam
kalau tak ada kamu di dekat aku
mungkin akau berlari ketengah hujan

20 Mei 2007

Kencang angin buritan
meretas perih dadaku
membebat dinginnya hati
merahkan mata

Kaca - kaca di mataku
bekukan butiran air
biar tak jadi mengalir
hujani wajahku

Mendung pada rasaku
kering tersambar petir
nelangsa di ujung malam
mati ditimbun salju

Friday, October 5, 2007

12 Mei 2007

Alang - alang
diterjang deru angin
didera hujan
gontai merebah

Alang - alang
disapu debu
ditikam panas
lelah meranggas

Alang - alang
tengadah ke langit
taklukan malam
hari masih panjang

32th

Seperti hari - hari kemarin, hari ini datang dengan biasa. Tanpa ada kelap - kelip di langit, mendung sudah datang lebih awal rupanya. Di ujung batas malam ada harap yang terucap, bersimpuh di naungan yang paling Agung, masih di bulan yang suci. Berharap siang segera datang, terlalu lama malam menggantung. Sembunyikan senyum yang dulu lepas, mengikat jiwa yang dulu bebas, muramkan wajah yang dulu cerah. Berdiri bercermin, tak ada garis yang mengiris wajah, cuma terlihat lelah dan sedikit marah. Menyelam ke dasar hati, mencerna yang telah lewat, bangunkan niat yang lelap. Jalan terentang lebar, ada cahaya mulai berbinar, raga masih sanggup menerjang hujan, kalahkan nalar yang mulai jadi pengecut. Dari hari ini menjalani hari, dari titik awal lagi. Meski sulit memberi maaf pada diri sendiri, atas apa yang sia-sia. Berkaca pada yang lalu, berdiri di saat ini, bersiap untuk yang datang.


" Thank's to Allah atas semua keindahan yang telah diberikan setelah teguran Mu yang cukup keras. Sebuah nikmat, Kau masih sayang pada seorang aku yang sangat nakal"


To day is my birthday

Tuesday, September 18, 2007

1 September 2007

Angin tak pernah bilang
kemana membawa hati
jauh meretas laut
membelah gunung
terdampar di surga kecil

Awan tak pernah tanya
dimana hujan tercurah
dalam relung sepi
tembus palung nalar
hanyut di sungai bening

Hari tak pernah peduli
untuk sebentar berhenti
melaju menyeret waktu
melecut lamunku
bias rasa di senyum mu

Gavin Skywalker




Senyum kecil itu ada
Waktu hari masih pagi
Usir mendung pada wajahku
Buat sejuk panas hatiku
Mata indahnya mengerling lucu
Tepat saat belati tertancap pada dadaku, redakan sakit

Tangan mungil itu menggapai aku
Tepat saat aku nyaris jatuh
Tak punya tempat berpegang

Celotehnya bangunkan aku
Dari mimpi buruk
Terangkan jalan didepan aku

Nafasnya adalah nafasku
Dalam darahnya ada darahku
Pada jiwaku ada wajahnya
Adanya dia kuatkan aku

* To My Lovely Son, Gavin Skywalker