Thursday, October 25, 2007

Wakatobi Satu Tahun Lalu

Hari masih pagi waktu suara mesin speed boat menderu membelah air.
Aku berdiri di sisi kiri menghadap dermaga kendari yang makin mengecil,
sebelum angin menampar wajahku dengan keras , sesak dadaku.
Dengan nafas tercekat aku bertarung dengan hati ku, menghela nafas satu-satu......aku bukan penakut pikir ku, terengah - engah bersandar.
Di ujung gundah, kulihat birunya air mengepung, angin kali ini ramah belai rambut ku, ku hirup harum lautan.
Lalu termenung memandang ombak, nikmati alunan nya, pasrah di naungi awan yang tersenyum....
Takjub saat melintas di bayangan raksasa pulau Buton di kejauhan.
Sesuatu berkelebat di sisi speed boat yang bagai sebuah titik kecil di di biru laut selat sulawesi.
Mata ku berbinar, sepasang lumba - lumba berenang riang.
Sungguh.....suatu anugrah bisa berada di situ menyaksikan kebesaran Nya.
Aku tersadar, Tuhan telah begitu sayang hingga aku di beri kesempatan melihat semua keindahan itu dari dekat.
Kenapa aku masih saja mengeluh...atas semua sakit yang menjajah hati, atas semua kesusahan yang nyaris buat aku ingin terjun dari tepi jurang, atas semua sesak yang buat aku hampir mati....
Deru ombak tak segemuruh tadi,kapal hampir sandar, sekarang terapung di air sebening kaca, pantulan cahaya matahari membuatnya jadi hijau seperti zambrut yang terhampar,
hingga aku dapat melihat ikan - ikan berlarian di sela karang warna - warni.
Pelan - pelan aliran hangat menjalari pipi, serasa di negeri dongeng batinku.
Ada gejolak begitu kaki menjejak lembut pasir putihnya.
Kupandangi pulau kecil indah di depan mataku.
Sampai sepuluh hari kedepan Tuhan memberiku hadiah berlibur di surga kecil, untuk menata hati.


"Yang teringat dari perjalanan paling indah"

Tentang Hujan

Harum tanah sengat nalarku
hujan baru saja berhenti
lama rupanya aku tertegun
pandangi butiran kaca jatuh dari langit
melukis biasnya semau ku dengan liar
genderang petir menderu
bagai musik ditelinga aku
dingin nya memeluk aku
menyeret bagian paling dalam
kalau tak ada kamu di dekat aku
mungkin akau berlari ketengah hujan

20 Mei 2007

Kencang angin buritan
meretas perih dadaku
membebat dinginnya hati
merahkan mata

Kaca - kaca di mataku
bekukan butiran air
biar tak jadi mengalir
hujani wajahku

Mendung pada rasaku
kering tersambar petir
nelangsa di ujung malam
mati ditimbun salju

Friday, October 5, 2007

12 Mei 2007

Alang - alang
diterjang deru angin
didera hujan
gontai merebah

Alang - alang
disapu debu
ditikam panas
lelah meranggas

Alang - alang
tengadah ke langit
taklukan malam
hari masih panjang

32th

Seperti hari - hari kemarin, hari ini datang dengan biasa. Tanpa ada kelap - kelip di langit, mendung sudah datang lebih awal rupanya. Di ujung batas malam ada harap yang terucap, bersimpuh di naungan yang paling Agung, masih di bulan yang suci. Berharap siang segera datang, terlalu lama malam menggantung. Sembunyikan senyum yang dulu lepas, mengikat jiwa yang dulu bebas, muramkan wajah yang dulu cerah. Berdiri bercermin, tak ada garis yang mengiris wajah, cuma terlihat lelah dan sedikit marah. Menyelam ke dasar hati, mencerna yang telah lewat, bangunkan niat yang lelap. Jalan terentang lebar, ada cahaya mulai berbinar, raga masih sanggup menerjang hujan, kalahkan nalar yang mulai jadi pengecut. Dari hari ini menjalani hari, dari titik awal lagi. Meski sulit memberi maaf pada diri sendiri, atas apa yang sia-sia. Berkaca pada yang lalu, berdiri di saat ini, bersiap untuk yang datang.


" Thank's to Allah atas semua keindahan yang telah diberikan setelah teguran Mu yang cukup keras. Sebuah nikmat, Kau masih sayang pada seorang aku yang sangat nakal"


To day is my birthday