Thursday, August 21, 2008

Aku dan Bintang ku

Siang ini matahari tanpa ampun membakar hari, mataku silau dengan kilau nya, panasnya mencambuk kulit dengan kerasnya. Suara biduan paling merdu lewat earphone di telingaku menjadi sumbang karena pening di kepalaku berdenyut-denyut. Kulempar pandangan ku keluar jendela bus 46 Grogol - Kampung Rambutan yang berjalan terseok - seok malas mancari penumpang. Nggak ada indah - indahnya hari ini, batinku. Sepanjang jalan nggak ada manusia yang yang tersenyum, yang ada muka-muka lelah yang mengantuk karena oksigen seakan menguap kepanasan. Di jalur tol kendaraan tak bisa bergerak, berjejer-jejer, merayap seperti semut.

Tapi aku heran, denyut di dadaku tetap tenang, seakan tak peduli teriakan kondektur yang nyaring bercampur klakson dan suara seadanya dari pengamen jalanan. Pikiranku malah berlari kesana - kemari, di hati seperti ada pelangi. Kontras dengan terik cuaca yang mambakar hari. Aku mengakui kuasa dan kekuatan Allah yang paling tinggi, dibawahnya, takbisa ditawar lagi, kekuatan hebat yang sedang menguasai aku sekarang ini. Kekuatan yang sulit di cari padanan nya, merangsek ke dalam hati, mengikat semua rasa lalu dilemparkannya melambung ke dunia keinginan, ciptakan lukisan berandai-andai. Sebabnya cuma satu, harum sebuah raga yang bisa ciptakan pikiran yang paling kotor di kepalaku, wujud seseorang yang nggak tau mulai kapan meracuni hati.

Malam tadi tak biasa disambanginya aku saat terlelap. Obat apa yang telah kutelan hingga munculkan dia pada mimpiku. Andai saja dapat ku baca apa yang keluar dari mulutnya sebelum sepasang tangan mungil bangunkan aku, mungkin dapat kubunuh semua tanya di kepalaku, dapat ku maki hati yang bernyanyi.

Pagi nya kuawali hari dengan tersenyum lebar pada dunia. Seperti ada kekuatan mahadasyat merasuki raga, pikiran yang paling jernih menggerakkan semua organ tubuh ke kutub positif yang lalu jadi energi sepanjang hari. Padahal biasanya, tiap perjalanan ku di tudungi payung awan abu-abu. Tapi hari ini langit cerah dengan percikan gumpalan kapas putih bersih.

Sepanjang hari tak bisa diam, seperti ada virus gatal yang membuatku terus bergerak kesana-kemari. Dan pada 3\4 siang kenekatan yang bisa saja berubah jadi ketololan itu terlontar dari mulut ku yang seharian terus meracau. Dengan tanpa beban ku minta Bintang itu membawaku terbang, untung nya dengan enteng dia mau saja menuruti. Rupanya angin sedang ramah dan nasib berpihak pada ku hari ini.

Saat matahari harus menyambangi belahan bumi yang lain dan bulan mulai mengintip dengan temaram, aku hanya berdua dangan Bintang. Berceloteh ini itu, tergelak tertawakan kebodohan yang dibuat sendiri, atau berperang kata berebut pepesan kosong. Nggak ada kata seindah puisi, nggak ada tangan dalam genggaman, nggak ada tatapan penuh arti, nggak ada madu yang menetes dari bibir-bibir yang sedari tadi berisik. Tapi itulah saat terindah aku dengan Bintang ku.

Ada kalanya Bintang ku meredup, iba hati ingin ulurkan tangan, tapi keberanian ku terpancang kuat tak bergerak. Saat sedang waras aku sering berfikir aku dan Bintang ku seperti gunung dan samudra. Aku begitu nyata hingga dia tau tentang aku begitu lengkap, sementara dia seperti dalam nya laut, tak terbaca, hingga aku hanya berani sampai batas aman menyelaminya, setelah itu gelap tak terlihat. Aku tak pernah berani lebih dalam menyusup, apalagi melempar tanya. Takut laut itu mengamuk atau parahnya lagi, menelan ku dalam diam nya.




No comments: